Sudah Februari, Mengapa Harga MinyaKita Masih Tinggi? Ini Temuan DMSI

SUSTERSLOT - Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menyebutkan ada dua faktor utama yang menyebabkan harga minyak goreng MinyaKita masih tinggi hingga Februari 2025. Pertama, pedagang pasar melakukan repacking MinyaKita dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. Sahat mengungkapkan, perbedaan harga mencapai Rp 3.000 hingga Rp 4.000 dibandingkan dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 15.700 per liter. 

Mengapa Harga MinyaKita Masih Tinggi

“Ini disebabkan banyak pelaku pasar membeli dalam jumlah besar dan mengemas ulang dengan harga di atas Rp 15.700 per liter, sehingga margin naik Rp 2.000 per liter, ini berbahaya," kata Sahat dalam rapat koordinasi SPHP oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) secara daring, Rabu (12/2/2025). Penyebab lainnya adalah kenaikan harga bahan baku minyak goreng, yaitu crude palm oil (CPO) di pasar dunia. Sahat menjelaskan, penggunaan minyak sawit untuk program biodiesel 40 persen (B40) mengakibatkan permintaan pasar internasional terhambat. 

“Harga CPO kita saat ini mengikuti perkembangan pasar luar negeri, naik sekitar lima persen dibandingkan harga Januari. Harga Januari adalah Rp 13.500, sekarang sudah Rp 14.700,” ujar Sahat. Sementara itu, menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, salah satu penyebab harga MinyaKita tinggi adalah distributor menaikkan harga sebelum minyak sampai ke pengecer. Salah satu kasus terjadi di Rajeg, Kabupaten Tangerang. 

Distributor tingkat dua (D2), PT NNI, disegel oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Jumat, 24 Januari 2025. "Harga jualnya Rp 15.500 per liter, seharusnya Rp 14.500 karena PT NNI berperan sebagai repacker atau D2. Jadi, hal ini tidak sesuai. Ini salah satu indikasi mengapa harga MinyaKita masih tinggi," ujar Budi setelah menyegel PT NNI. Harga MinyaKita secara nasional rata-rata masih mencapai Rp 17.000 per liter, lebih tinggi dari HET yang ditetapkan, yaitu Rp 15.700 per liter, menurut SUSTERSLOT.

0 Komentar

Susterslot